Ahad, 8 Julai 2012

Catatan II


Pohon durian  tinggi melangit, pokok seta  lebat daunya, pokok rambai di pinggir jalan
Masih ku ingat satu persatu, di desa kelahiranku

Di depan rumah MaksuYam
Pohon  rambai  sepemeluk orang dewasa, buahnya manis rebutan kanak-kanak
Bila makan telan dengan biji, masuk tandas berjam-jam, bawa penyungkil  ranting kayu

Pohon sekiat di tepi rumah, pohon keriang  di tengah baroh, pohon kekut walaupun hitam  sedap rasanya,  mahu makan gentel dulu
Itulah makanan sampingan di zaman itu, sebelum magi mee, keropok udang dan chewgum

Jalan Kubang Gatal ke rumahku belum dibubuh kerikil,  aspal jauh langit dengan bumi
Musim kemarau debu berterbangan, musim tengkujuh boleh tanam  padi
Tapi warga tetap bersabar, mengeluh tidak sekali

Tok Wan Po, Tok Wan Omar, Pakcu Dir, Paksu Kob, Pak Ngah, Pak Da Daud, Tok Ayah Amat, Tok Wan Hussain, Pakcu Ya kateh
Orang ternama di desaku yang  ku ingat

Tak dilupakan  ayahku sendiri,  Haji Ismail bin Awang bin Saleh bin Damik
Orang panggil Tok Ayah Wil, asal   Pattani
Ibuku yang dikasihi Hajah Kalsom binti Sulaiman
 asal Pohon  Seta Pasir Tumbuh
Semuanya sudah  almarhum, meninggalkan jasa besar tak didendang

Sabtu, 7 Julai 2012

PERINGAT

Ahli Persatuan Pemuda Pemudi Kg.  Peringat bergambar bersama
 pembesar kampung sempena sambutan Hari Raya Aidilfitri
21 Januari 1967. No. 7 dari kanan (bersongkok)
 Pengawa Melor /  Peringat,
Haji Wan Ismail (Almarhum)



Catatan  1950an
Ketika   kanak-kanak
Suka bermain hujan
Di musim Barat
Di laman rumahku
Desa Peringat
 Tanpa baju dan seluar
Berlari bolak balik
Mengiggil kesejukan
Mendakap kegembiraan


Meski 50 tahun berlalu
Daya ingatan masih  utuh
Peristiwa  silam
Seperti baru semalam berlaku
Segar dalam ingatan
Untuk dilakar semula
Buat  tatapan generasi kini


Di atas tembok  kota kini aku berdiri
Melihat masa silam yang damai
Meskipun  waktu itu zaman kepayahan 
Tapi  warganya tak mengeluh
Cukup apa yang ada
Redho dengan pemberian-Nya


Ketika itu
Di desaku Peringat
Tiada warga bersembang   politik
Tiada  cerca mencerca
Tiada maki hamun
Tiada   ceramah parti
Tak kenal apa itu wakil rakyat
Istilah subsidi  belum dicipta
Bantuan  BR1M belum terfikir
One Off untuk pelajar jauh sekali
Namun  kehidupan warga
Harmoni dan sekata


Tak ada shoping compleks
Tak ada KB Mall
Tak ada plaza Billion
Seperti di Kota Bharu sekarang
Untuk tempat  istirahat
menjamu mata anak-anak muda
Tapi hati puas dan seronok
Seperti sebuah mimpi


Saban hari ketika  sore
Selepas musim menuai
Pak Tani  membakar jerami padi
Aku bermain di relong sawah kering
Di depan rumah Pak Da Daud
Dan rumah Tok Wak Samad Tok Mudin
Wau yang beranika jenis dan warna
Berlengang lenggok di angkasa  presis penari istana
Bermain  angin  musim panas
Dengan busur yang mengaum
Memecah kesunyian desaku yang permai
Aku gembira dan terhiburan


Sawah terbentang luas
Padi  menguning emas
Wajah pak tani berseri-seri
Senyumnya puas
Rezeki  di depan mata
Walaupun setahun sekali
Tapi mereka bersyukur


 Sekali sekala datang juga resah  
Tidur malam mimpikan  padi di sawah
Istirahatnya sering terganggu  
Seribu kebimbangan melanda perasaan
Makhluk perosak mengancam tanaman

Suatu pagi di serambi rumah
Aku dengar bicara ayah dan ibuku
“Som, mulai besok
 abang mahu ke sawah
Setiap hari pagi dan  petang
Sehingga musim menuai tiba”
“Untuk apa abang ke sana?
Biarlah padi itu membesar
dan masak ranum  sendiri
abang istirahat saja di rumah
jaga kesihatan
menuai nanti kita akan berkeringat lagi”
kata ibuku


“Tikus padi bermaharajalela
Memakan padi kita
Rezeki  nanti  berkurang
Kita harus bertindak
Tikus-tikus itu mesti kita musnahkan
Jangan tinggal keturunan
Ia makhluk zalim
Menyentap rezeki kita”
 Jawab ayahku.


Ibuku  menjawab lembut
Sesuai dengan sifatnya
Seorang muslimah yang bertakwa
Meski ngajinya tidak tinggi
Tak tahu membaca dan menulis
Tapi bacaan al-Quran lancar
Di malam syahdu
Terdengar sayup-sayup bacaannya  
berserta  zikir dan munajat
tak pernah tinggal
“Benar padi itu adalah rezeki kita
Tapi rezeki mereka  juga
Alangkah baiknya
Kita berbahagi rezeki karunian Allah
Sesama mahkluk”